Bagaimana Nusa Tenggara Timur Mengatasi Kemiskinan: Strategi Holistik Menuju Kesejahteraan 2025
Kupang,
7 Oktober 2025, TIMOR HITS – Nusa Tenggara Timur(NTT), provinsi timur Indonesia yang kaya akan keindahan alam dan keragaman
budaya, masih bergulat dengan tantangan kemiskinan yang struktural. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT, pada Maret 2025, persentase
penduduk miskin mencapai 18,60 persen, atau setara dengan 1,09 juta jiwa. Angka
ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar 0,42 poin persen dibandingkan
September 2024, dan 0,88 poin persen dari Maret 2024. Meski demikian, NTT tetap
menempati peringkat keenam provinsi termiskin di Indonesia, dengan garis
kemiskinan per kapita Rp549.607. Penurunan ini menjadi bukti komitmen kuat
pemerintah daerah dan pusat untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, melalui
pendekatan terintegrasi yang melibatkan data, pendidikan, ekonomi, dan
infrastruktur.
Kemiskinan di NTT bukanlah fenomena baru.
Faktor geografis seperti lahan kering, akses terbatas ke air bersih, dan
ketergantungan pada sektor pertanian subsisten menjadi akar masalah utama.
Selain itu, tingkat pendidikan rendah, stunting yang tinggi, dan ketimpangan
ekonomi memperburuk kondisi. Gini Ratio NTT per Maret 2025 sebesar 0,315,
menandakan ketimpangan yang relatif stabil namun masih memerlukan intervensi.
Namun, di balik tantangan itu, Pemerintah Provinsi NTT di bawah Gubernur Melki
Laka Lena telah menegaskan komitmennya untuk menyelaraskan program dengan
agenda nasional, seperti target penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2026.
Kunjungan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko
PM) Muhaimin Iskandar ke NTT baru-baru ini memperkuat sinergi ini, dengan fokus
pada tiga strategi utama: mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan
pendapatan, dan memperbaiki akses layanan dasar.
Data
sebagai Fondasi: Peran DTSEN dalam Pengentasan Kemiskinan
Salah satu kunci sukses pengentasan
kemiskinan di NTT adalah pemanfaatan data yang akurat dan terintegrasi. Menteri
Sosial Saifullah Yusuf menekankan bahwa Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional
(DTSEN) menjadi modal utama untuk merancang strategi tepat sasaran. DTSEN
mengintegrasikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial
Ekonomi (Regsosek), dan Penyasaran Percepatan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem
(P3KE), memastikan bantuan sosial mencapai kelompok rentan. Pada 2025,
pemutakhiran Data Pokok Kecamatan (PK-25) dilaksanakan serentak dari 22 Juli
hingga 21 Agustus, menargetkan wilayah sampel untuk memperbarui profil
kemiskinan.
Kolaborasi ini terbukti efektif. Upaya
DTSEN telah memberikan manfaat kepada 24.560 keluarga miskin dan 9.270 individu
untuk pencegahan stunting. NTT bahkan dijadikan pilot project nasional, di mana
pemerintah pusat menggandeng universitas seperti Universitas Nusa Cendana
(Undana) untuk akselerasi penanganan kemiskinan dan stunting. Hasilnya, jumlah
penduduk miskin turun 19.160 orang dari September 2024 ke Maret 2025. Strategi
ini tidak hanya efisien, tapi juga inklusif, memastikan bahwa intervensi
seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan pangan tepat sasaran.
Pendidikan
sebagai Pilar: Ekspansi Sekolah Rakyat
Pendidikan menjadi senjata ampuh melawan
kemiskinan siklus. Menko PM Muhaimin Iskandar mendorong penambahan Sekolah
Rakyat di NTT sebagai upaya percepatan pengentasan kemiskinan. Sekolah ini
menyediakan pendidikan gratis berasrama untuk anak-anak dari keluarga miskin,
khususnya di daerah terpencil. Pada kunjungannya baru-baru ini, Muhaimin
menargetkan peningkatan jumlah sekolah untuk menjangkau lebih banyak siswa,
mengingat tingkat putus sekolah di NTT masih tinggi akibat biaya hidup.
Program ini sejalan dengan Strategi
Nasional Penanggulangan Kemiskinan (Stranas-PK), yang menekankan pemberdayaan
melalui pendidikan. Di NTT, Sekolah Rakyat tidak hanya mengajarkan keterampilan
dasar, tapi juga vokasi seperti pertanian modern dan pariwisata, untuk
membekali generasi muda agar mandiri secara ekonomi. Analis memperkirakan, jika
diekspansi, program ini bisa mengurangi angka kemiskinan hingga 2-3 persen
dalam tiga tahun, dengan memutus rantai kemiskinan antargenerasi.
Pemberdayaan
Ekonomi: Dari UMKM hingga Pariwisata dan Industrialisasi
Untuk meningkatkan pendapatan, pemerintah
NTT fokus pada sektor ekonomi unggulan. Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) Iftitah menyiapkan tiga strategi: pertumbuhan ekonomi
inklusif melalui investasi, hilirisasi, dan industrialisasi. Di NTT, ini
diterjemahkan melalui program padat karya, pemberdayaan UMKM, dan pengembangan
desa. Kunjungan Menko PM ke NTT menekankan intervensi ini, termasuk pelatihan
keterampilan dan akses modal untuk masyarakat miskin.
Sektor pariwisata menjadi kontributor
utama. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pariwisata berkontribusi signifikan
terhadap pengentasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi. Destinasi seperti
Labuan Bajo dan Taman Nasional Komodo menarik jutaan wisatawan, menciptakan
lapangan kerja bagi masyarakat lokal. Program Desa Mandiri Anggur Merah (DEMAM)
di Sumba Barat Daya, misalnya, mengintegrasikan pariwisata budaya dengan
pertanian, meningkatkan pendapatan desa hingga 30 persen dalam dua tahun.
Industrialisasi juga dipromosikan. BPS
Provinsi NTT dalam laporan "Provinsi Nusa Tenggara Timur Dalam Angka
2025" mencatat potensi hilirisasi hasil pertanian seperti jagung dan kopi.
Program ini, didukung dana desa, telah membuka usaha pengolahan makanan siap
saji, mengurangi ketergantungan pada hasil mentah. Selain itu, keuangan mikro
menjadi alat pemberdayaan, dengan lembaga seperti koperasi desa memberikan
pinjaman rendah bunga kepada petani miskin. Fraksi DPRD NTT mendesak perubahan
strategi ke pemberdayaan berbasis pelatihan, yang telah terbukti menaikkan
pendapatan UMKM sebesar 15 persen di Kabupaten Kupang.
Infrastruktur
dan Bantuan Langsung: Bedah Rumah dan Subsidi
Infrastruktur fisik tak kalah penting.
Gubernur Melki Laka Lena menargetkan bedah rumah untuk 35.000 unit pada 2026,
dengan komitmen membangun 10 rumah per desa/kelurahan mulai 2026. Program ini,
yang melibatkan kabupaten/kota, bertujuan mengurangi kemiskinan ekstrem akibat
hunian tidak layak. Koordinasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan Provinsi NTT
pada 1 Oktober 2025, dihadiri Kepala BPS Matamira B. Kale, memperkuat sinergi
ini.
Bantuan langsung seperti subsidi kebutuhan
dasar—beras, rokok, dan bahan pokok—juga ditingkatkan. Garis kemiskinan naik
3,30 persen di perkotaan menjadi Rp666.633, didorong inflasi rokok sebagai
penyumbang kedua setelah beras. Namun, subsidi ini mengurangi beban pengeluaran
rumah tangga miskin hingga 20 persen. Di Kabupaten Sumba Tengah, yang memiliki
angka kemiskinan tertinggi 30,84 persen, konvergensi program pemberdayaan telah
menurunkan angka ekstrem melalui sinergi lintas sektor.
Tantangan
dan Kisah Sukses
Meski progresif, tantangan tetap ada.
Akses geografis sulit di pulau-pulau terluar, korupsi potensial, dan dampak
perubahan iklim seperti kekeringan menghambat. Lima kabupaten termiskin—Sumba
Tengah, Rote Ndao, dan lainnya—memerlukan intervensi khusus. Namun, kisah
sukses seperti Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (P4K) menunjukkan potensi:
di Malaka, nelayan miskin kini mandiri melalui pelatihan pengolahan ikan,
mengurangi kemiskinan lokal 10 persen.
Menuju
NTT Bebas Kemiskinan Ekstrem
Pengentasan kemiskinan di NTT adalah perjalanan panjang yang memerlukan kolaborasi semua pihak. Dengan DTSEN sebagai pondasi, ekspansi Sekolah Rakyat, pemberdayaan ekonomi, dan infrastruktur, provinsi ini optimis mencapai target nasional 2026. Muhaimin Iskandar yakin kemiskinan ekstrem bisa terhapus tahun depan, asal strategi holistik diterapkan konsisten. Bagi NTT, ini bukan sekadar angka, tapi wajah kesejahteraan bagi 1,09 juta jiwa yang kini melihat harapan. Dengan komitmen Gubernur Melki Laka Lena dan dukungan pusat, NTT siap melangkah ke era baru: inklusif, berkelanjutan, dan makmur.
Komentar
Posting Komentar